Senin, 23 Juli 2018

Pengantar Filsafat


Hasil gambar untuk patung socrates


Pengantar Filsafat

Ngaji Filsfat 
Fahruddin Faiz

Pengulas : DewaRC

Belajar Filsafat adalah suatu cara yang dapat kita lakukan untuk menuju pada suatu hal kebenaran. Tapi filsafat juga tidak bisa dikatakan suatu kebenaran mutlak. Karena apabila dirujuk pada definisi kata filsafat antara Philo yang berarti “suka, cinta, gemar” dan Philia yang berarti “bijaksana”, maka akan didapatkanlah arti filsafat yang sebenarnya yaitu suka/cinta/gemar kebijaksanaan. Jadi filsafat, itu bisa juga dikatakan belajar untuk menemukan kebenaran, tetapi kata kebenaran tidak bisa dijadikan final pada setiap permasalahan, karena kebenaran tidak bisa memiliki arti yang leluasa di banding dengan kata kebijaksanaan atau bisa juga dikatakan tidak bisa Pas. Misalnya contoh seperti ini. Ada seorang teman kamu yang memiliki tubuh gemuk, lantas kamu memanggilnya dengan sebutan ndut, ndut, ndut. Hal tersebut memanglah suatu kebanaran, karena kondisi badannya memang gemuk dan kamu benar memanggilnya dengan sebutan gendut-gendut. Tetapi, kebenaran ini agak tidak pas diterima, karean tidak sesuai dengan proposional dan porposionalnya. ia tidak menempatkan posisinya pada sesuatu yang Pas dan membuat kamu menjadi tidak bijaksanaan. Itulah mengapa arti filsafat lebih baik menjadi kebijaksanaan daripada menjadi kebenaran. Karena kebenaran itu hanyalah menjadi jembatan penghubung untuk menuju ke suatu kebijaksanaan.
 Sering kali kita menemui problematika permasalahan menyangkut ilmu pengetahuan ini. Banyak yang beranggapan bahwa belajar filsafat adalah menyesatkan orang, menjadikan diri Atheisme, merusak tatanan pikiran sosial dan budaya, dan masih banyak lagi. Kasus-kasus seperti inilah yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat. Mengapa demikian ? karena orang-orang tersebut menjadikan filsafat itu sebagai “Produk berfikir”. Ketika Filsafat itu menjadi produk berfikir, maka hal seperti diataslah yang akan terjadi, karena produk tersebut dilahirkan oleh para filsuf-filsuf yang memiliki alur berpikir, gaya, pengalaman, keilmuan dan latar belakang berbeda-beda. Misalkan mempelajari filsafat eksistensialismenya Nietsche, ketika mereka berhadapan pada pemikiran Nietsche yang membunuh Tuhan, maka mereka yang mengonsumsi pemikiran tersebut, akan beranggapan bahwa mereka akan menjadi Atheis, dan beranggapan filsafat adalah ilmu yang dapat membuat orang menjadi Atheis. Nah pola pemikiran inilah yang disebut dengan melihat filsafat sebagai produk berfikir. Padahal tidak semua pelaku filsafat itu memiliki kesamaan bidang yang mereka bedah. Seperti contoh misalnya, Nietche dan Muhammad Iqbal. Mereka sama-sama penganut aliran Eksistensialisme, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang sangat bersebrangan. Muhammad Iqbal membawa Eksistensialismenya pada kepercayaan Ketuhanan, dan Nietsche membawa Eksistensialismenya pada pembunuhan Tuhan. Jadi filsafat itu tidak bisa langsung dipandang melalui produk pemikiran saja. Mengapa demikian, karena inilah yang nanti bakal menjadi satu permasalahan baru, dan membuat keilmuan filsafat menjadi tabuh dan tidak patut untuk dipelajari. Padahal dalam artinya, filsafat adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk mencari kebenaran dan kebijaksanaan. Itulah mengapa, filsafat harus dipandang sebagai “alat berpikir”. Karena apabila kita memposisikan filsafat itu menjadi “alat berpikir”, maka kita akan dapat secara langsung mempelajari manfaat-manfaat dari filsafat itu sendiri. filsafat yang digunakan sebagai alat berpikir, mampu menjadi alat yang bisa membawa kita menjawab realitas-realitas yang ada pada kehidupan ini.
Dua paragraf tulisan diatas, merupakan hal yang paling dasar kawan-kawan harus tau mengenai filsafat. Karena belajar filsafat sering kali membuat kita tersesat pada definisi dan pengantarnya. Apabila kita sudah tersesat diawal, maka kita sendiri akan beranggapan negatif pada ilmu tersebut.
Selanjutnya, saya akan menjelaskan sedikit awal mulanya lahir filsafat. Filsafat lahir ketika orang-orang sudah tidak lagi percaya lagi atas jawaban-jawaban yang bersifat Mystic (mitos) pada persoalan-persoalan kehidupan. Para orang-orang terdahulu, selalu meletakkan hal-hal yang berbau mitos itu menjadi satu kebenaran mutlak. Seperti contoh misalnya, hujan berasal dari air mata dewi hujan yang tengah menangis. Atau badai dan halilintar berasal dari dewa-dewa langit yang tengah marah, dan masih banyak contoh-contoh yang lainnya. Pada era terhadulu, orang-orang sangat mempercayai akan hal-hal yang bersifat mistik. Menyangkutkan semua hal yang terjadi pada kehidupan, itu merupakan sesuatu yang dilakukan dewa-dewa. Padahal apabila diteliti menggunakan keilmuan, ternyata itu hanya gejala alam yang memang terbentuk karena terdapat sifat-sifat dan variabel yang membentuknya. Cara berpikir seperti inilah yang nantinya akan menjadi lawan dari cara berpikir Logos (logis). Cara berpikir logis, adalah suatu cara pemecahan masalah yang menggunakan ide, nalar dan pikiran. Misalnya contoh, mengapa bisa terjadi hujan ?, karena terjadi proses alamiah alam yang berupa penguapan air laut ke udara. Lalu air tersebut dibawah angin menuju kedaratan. Apabila kadar air sudah banyak, maka air tersebut akan tumpah ruah . maka itulah yang kita sebut dengan hujan. Nah cara berpikir seperti ini, yang disebut denga  Lhgos atau logis. Jadi, pergeseran cara berpikir dari Mystic (mitos) menuju ke Logos (logis) inilah yang merupakan titik awal lahirnya filsafat dimuka bumi ini.
 Cara berpikir logis itu menunjukkan pada sikap berpikir “Rasional”. Dan cara berpikir rasional, itu bersifat universal (diterima disegala tempat). Berbeda dengan cara berpikir mitos. Mitos tidak memiliki sifat universal. Karena ia hanya bisa diterima, dimana tempat mitos itu sendiri berkembang. Seperti contoh misalnya, 1+1 = 2. Maka jawaban tersebut akan sama dengan jawaban-jawaban ditempat lain. Tidak terbatas pada kondisi geografis. Berbeda kalau dengan mitos. Seperti contoh misalnya, malam jum’at adalah malam yang angker. Ditempat lain, argumen tersebut belum tentu bisa sama dengan argumen disana. karena mitos merupakan buah pemikiran dari masyarakat setempat. Itulah sebabnya mitos tidak bersifat universal, melainkan hanya bersifat kelokalan.
Untuk dapat masuk kedua filsafat, kawan-kawan haruslah mampu mengerti dan menguasai tiga komponen sebagai berikut :
1.      Cara berpikir Logos (logis, menuju Rasional)
2.      Curious (memiliki rasa ingin tahu, penasaran)
3.      Wisdom/Philia (Kebijaksanaan)

Untuk bagian pertama, cara berpikir Logos sudah saya terangkan di paragraf atas. Maka selanjutnya bagian kedua. Bagian kedua adalah Curious atau memiliki rasa ingin tahu, rasa penasaran dan lain sebagainya. Untuk belajar filsafat, kita haruslah mempunyai rasa keingin tahuan yang tinggi. Seperti kata Bob Dino, kosongkanlah cangkir kita ketika bertemu orang. Dalam artian, kita haruslah merendah diri dan memposisikan diri kita sebagai orang yang ingin belajar. Dalam filsafat, kedudukan Curios sangatlah penting. Karena inilah gerbang yang dapat membawa kita menuju ke pola pikir lebih matang. Dalam tahap komponen Curious, kita harus mengembangkan sikap Curious Wonder (tiada hal yang biasa disekililing kita). Sikap inilah yang membuat kita akan terus bertanya-tanya mencari jawaban. Semua hal yang berada disekitar kita, patut kita perhatikan baik-baik. Beranggapan kita tidak tahu dan semua hal disekitar kita itu penting untuk ditanyakan, maka inilah yang disebut dengan Corius, rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu seperti ini, Output-nya (hasil akhir) akan memunculkan sikap kritis pada diri kita. Sikap kritis ini menjadi salah satu hal yang penting untuk kita kembang luaskan. Saya akan memberikan satu contoh. Mengapa sinar matahari yang berada di pukul 12 siang itu terasa lebih panas dibandingkan dengan sinar matahari yang berada pada pukul 5 sore ?, padahal pada kedua jam tersebut, kulit kita sama-sama terpapar dan tersentuh langsung oleh sinar matahari. Mengapa demikian ?, nah rasa Corius seperti nantinya akan menuntun kita pada satu jawaban kebenaran – mengapa itu bisa terjadi – dan apabila kita sudah mengetahuinya, maka kita sudah dapat mengkritisi beberapa argument yang nantinya akan bermunculan terkait hal itu. jadi Corius mempunyai kedudukan penting dalam syarat kita untuk masuk kedua filsafat.
Untuk bagian ketiga ialah, Wisdom/Philia (Kebijaksanaan). Berbicara filsafat, tidak hanya berbicara tentang kebenaran, tetapi membicarakan juga tentang kebijaksanaan. Kebijaksanaan tu lahir dari sebuah kebenaran yang sudah disesuaikan porposional dan proposionalnya masing-masing. Nah inilah tadi yang disebut dengan kebenaran itu jembatan menuju kebijaksanaan. Kebenaran apabila diteruskan secara vulgar atau tanpa di sesuaikan lagi, maka akan menghasilkan sesuatu yang tidak bijaksana (Pas). Oleh karena itu, suatu kebenaran harus dikupas dulu porposional dan proposionalnya. Apabila kebenaran tersebut sudah dikupas, maka akan munculah kebijaksanaan. Seperti contoh misalnya. Ada teman kamu yang kulitnya hitam. Terus kamu manggilnya tem-item. Itu memang merupakan suatu kebenaran. Dilihat dari bukti yang nyata, teman kamu memang kulitnya hitam, maka itu benar. Tetapi hal tersebut tidak bijaksana (pas). Karena tidak meletakkan porposional dan proposional pada tempatnya. Sehingga hal tersebut tidak pas atau bijaksana. Oleh karena itu, kebenaran tidak boleh langsung dikonsumsi secara mentah-mentah dan vulgar. Kita harus bisa mengkondisikan porprosionalnya dan proposionalnya. Menuntukan komposisi yang pas, sesuai dengan keadaan dan kondisi, maka akan terciptalah suatu kebijaksanaan (Pas). Jadi suatu kebenaran itu bukan titik akhir, melainkan hanya jalan menuju kebijaksanaan.
Mungkin itu dulu pengantar filsafat dari saya, yang saya kupas dari materi pak Fahruddin Faiz, Pemateri Ngaji Filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca juga ini

Pengantar Filsafat

Pengantar Filsafat Ngaji Filsfat  Fahruddin Faiz Pengulas : DewaRC Belajar Filsafat adalah suatu cara yang dapat kit...

yang lain