Jumat, 20 Juli 2018

Tan Malaka (Sebuah Biografi Lengkap)



Tan Malaka
(Sebuah Biografi Lengkap)
Masykur Arif Rahman

Judul   : Tan Malaka (Sebuah Biografi Lengkap)
Penulis : Masykur Arif Rahman
Penerbit : Laksana
Tahun Terbit : 2018
Kota Terbit : Yogyakarta
Editor : Nur
Jumlah Halaman : 312
Tema : Biografi
Pengulas : DewaRC

Ulasan :

Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan untuk umum,
maka ia harus sedia ikhlas untuk menderita
kehilangan kemerdekaan dirinya sendiri“
Tan Malaka (1897 – 1949)

            Datuk Tan Malaka atau akrabnya dipanggil Tan Malaka, adalah sesosok mahaguru bangsa dan salah satu putra terbaik yang dimiliki oleh bangsa ini. Tan Malaka adalah sesosok pahlawan besar bagi Indonesia, namun profilnya terus saja ditutup-tutupi hingga pada akhirnya ia menjadi pahlawan yang terlupakan. Sepak terjang Tan Malaka dikancah perpolitikan Nusantara sangat begitu keras. Ialah yang berhasil menginspirasikan banyak tokoh pahlawan lainnya, dan menjadi orang yang pertama dalam mengonsepkan Indonesia berbentuk kesatuan Republik. Lewat bukunya yang berjudul  Naar de Republiek Indonesia (1925) membuat pahlawan satu ini mendapat gelar Bapak Republik. Melalui tulisan Masykur Arif Rahman inilah, akan mengupas habis seputar Biografi perjalanan Tan Malaka dari kecil hingga ia mati di ujung bedil tentara negaranya sendiri.
            Ibrahim. Nama kecil yang ia sandang sebelum gelar Datuk Tan Malaka disematkan pada dirinya. Ia lahir pada tahun 1897 disebuah kampung bernama Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Ayahnya seorang pegawai pertanian, H.M Rasad. Dan ibunya adalah seorang wanita yang berasal dari keluarga terpandang di tempatnya, namanya ialah Rangkayo Sinah. Dari garis keturunan ibunnya inilah, Tan Malaka menjadi salah satu orang terpandang di desa tempat ia tinggal. Pada usia 16 tahun, Tan Malaka sudah disuguhi tawaran oleh orang tuanya beserta warga kampung. Tawaran itu ialah, pemberian gelar Datuk pada namanya yang akan menjadi Datuk Tan Malaka. Dan tawaran kedua yaitu ditunangkan dengan seorang gadis yang sudah diatur oleh keluarganya. Ibrahim yang pada saat itu masih berumur cukup muda, menolak tawaran untuk ditunangkan dan setidaknya ia memilih gelar yang akan disematkan pada namanya, Datuk Tan Malaka.
            Tan Malaka mengenyam pendidikan pertama kali di usia 6 tahun disekolah pemerintah kelas dua. Semasa sekolah Tan Malaka dinilai telah cukup cerdas dalam menimba ilmu pengetahuan. Lalu para guru menyarankan padanya untuk melanjutkan sekolah Kweekschool (Sekolah Guru Negeri) di Bukittinggi. Tan Malaka adalah murid yang sangat cerdas. Kecerdasannya itu sangat memukau sehingga mendorong Horensma (guru Tan Malaka) menyarakan ia untuk langsung menimbah ilmu di negeri Eropa sana. Rijkskweekschool (sekolah menengah guru negeri) Belanda adalah tujuan pendidikannya. Horensma menyadari akan kecerdasan anak ini, dan itu tidak boleh disia-siakan demi kegunaan membangun negeri antah berantah ini kedepannya. Tan Malaka dinilai akan menjadi sesesok manusia yang mampu membawa negeri dan bangsanya keluar dari kemiskinan dan terlepas dari belenggu kolonial.
             Sehabis menyelaikan pendidikan di Eropa, melewati berbagai rintangan seperti kondisi fisik yang sakit-sakitan akibat badan yang tidak biasa dengan cuaca disana, makanan yang begitu aneh di lidah, keuangan tipis dengan biaya hidup yang tinggi, permasalahan-permasalahan ideologi dan hutang-piutang. Rentetan masalah ini dengan teguh ia lewati satu per satu, sehingga ia berhasil lulus dan mengantongi ijazah pendidikan guru.
            Sesampai di tanah air, ia dibantu oleh Horensma untuk bekerja menjadi guru bagi anak-anak buruh perusahaan pabrik di Deli, Sumatera Utara. Gaji yang ditawarkan pada pekerjaannya ini sangatlah besar untuk ukuran masa itu, 350 Gulden. Walaupun memiliki gaji besar dan kebutuhan hidup terpenuhi, membuat ia tak bisa menyembunyikan lebih jauh lagi kegusaran tentang negerinya. Sekitar 1,5 ia telah bekerja disana, ia memutuskan mengundurkan diri untuk terjun kedunia politik, bersama Ideologi Marxisme yang ia pelajari selama berada di Eropa.
            Dan disinilah babak baru kehidupan Tan Malaka dimulai. Ia mulai aktif diberbagai organisasi politik dan tinggal di tanah Jawa. Ia tergabung dengan Sarekat Islam, dan mendirikan Sekolah Islam (SI) dibeberapa tempat seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera yang dibantu oleh organisasi Boedi Oetomo. Tan Malaka juga sesorang ahli dalam menterjemahkan teori-teori filsafat. Ia juga sering menulis famplet-famplet pergerakan, menyokong teori pergerakan demi menentang kebiadaban imperealisme dan kapitalisme di Nusantara. Akibat aktivitas yang dianggap sebagai provokator pemberontakan, Tan Malaka ditangkap oleh Gubernur Jawa Barat karena dinilai membahayakan umum dan menghasut masyarakat untuk memberontak pada pemerintah kolonial. Penangkapan inilah yang membuat Tan Malaka dibuang dari Indonesia, menjadi tahanan politik selama masa penghukuman, dan ia memutuskan untuk dibuang ke negeri Belanda, tempat masa pendidikannya dulu.
            Pembuangan atas dirinya, tidak berarti ia diam begitu saja. Tan Malaka tampat lebih cekatan lagi dalam dunia politik internasional. Ia terus diburu oleh negara-negara sekutu Belanda, yang menyebabkan ia harus berpindah-pindah tempat kesana-kemari demi melanjutkan perjuangannya yang ia sebut dengan Merdeka 100%. China, Fhilipina, Singapura, Inggris dan Rusia, menjadi tempat persembunyiannya dari para agen rahasia yang memburunya. Bahkan ditengah pelariannya itu, ia menjabat sebagai Agen Komintern Internasionale Komunis di bagian Asia Tenggara.
            20 tahun sudah Tan Malaka berada di pengasingan. Di Indonesia, namanya telah terkubur akibat terdengar kabar bahwa ia telah mati di terjang ombak. Di usia pelariannya itu, ia kembali lagi menginjak Indonesia, setelah 20 tahun ditinggalkan. Ia mendarat di Medan, lalu mencari tumpangan untuk bisa ke tanah Jawa. Sewaktu sampai di Jakarta, ia menyewa sebuah gubuk reot kecil berdinding gedek bamboo di daerah Kalibata. Ia mulai memperhatikan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya di Jakarta setelah ia tinggalkan selama kurang lebih 20 tahun lamanya. Dari gubuk kecil itulah, lahir sebuah mahakarya besar yang berisi pemikiran kritis Tan Malaka berjudul “Mateialisme, Dialetika dan Logika” yang disingkat dengan MADILOG. Inilah mahakarya peninggalan Tan Malaka yang sangat baik bagi kawan-kawan yang tengah berkubang di ilmu Sosial-Politik.
            Pasca kemerdekaan RI, Tan Malaka mulai mengungkapkan identitas aslinya. Perannya pada detik-detik kemerdekaanya, yaitu mendesak para pemimpin bangsa untuk segera mengambil tindak kemerdekaan, tanpa harus menunggu pemberian dari Jepang. Sikap inilah yang dinilai orang-orang bahwa Tan Malaka berhaluan cukup keras. Ia dianggap terlalu radikal, meskipun pada akhirnya para barisan muda berhasil mendesak para pemimpin untuk segara membacaka proklamasi kemerdekaan.
            Dimasa Sutan Sjahrir menjadi perdana menteri, Tan Malaka selalu menjadi sorotan pemerintah sebagai seorang radikal. Ia dinilai ingin mengkudeta pemerintahan Seokarno melalui barisan Murbanya. Padahal Tan Malaka sendiri mengadapakan rapat ataupun pertemuan revolusiner demi mencapai Indonesia merdeka 100%. Gesekan antara Tan Malaka dan Sutan Sjahrir mengantarkan ia pada pintu penjara. Semasa menjadi tahanan, Tan Malaka berhasil menuliskan buku yang berisi kisah perjuangannya dari nol hingga sekarang. Buku itu ia beri nama Dari Penjara ke Penjara. Pasca keluar dari penjara, Tan Malaka tetap melanjutkan aktivitas revolusionernya untuk mencapai Indonesia Merdeka 100%. Akibat aktivitasnya itu yang dinilai mengangguh kedaulatan negara dan diplomasi antara Indonesia-Belanda, maka pemerintah mengutuskan untuk memburu Tan Malaka. Di daerah Jawa Timur, lebih tepatnya di dekat Sungai Brantas, Kediri. Tan Malaka ditangkap lalu terjadi miss komunikasi antara tentara yang menangkap dan perintah yang tengah diembannya. Satu buah peluru bersarang di tubuh Tan Malaka, Tentara Republik, mengeksekusi sesosok pahlawan revolusioner ini. Tan Malaka yang berjuang mati-matian segenap jiwa dan raga dengan mengorbankan segala hawa nafsunya, rela menderita, dikejar kesana-kemari, bersembunyi diujung-ujung dunia hanya demi untuk kemerdekaan Indonesia, malahan mati di ujung bedil senjata tentara yang ia bela mati-matian. Inilah yang sering disebut-sebut orang sebagai tumbal revolusi. Di akhir perjalanan hidupnya, Datuk Tan Malaka itu, sang guru dari masyarakat murba, telah menjadi korban revolusi yang tengah membabi buta.
            Akhirnya, pada tanggal 28 maret 1963, melalui keputusan Presiden Soekarno no. 53 Tahun 1963, Tan Malaka diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Sejak saat itulah, Tan Malaka mulai dikenal orang-orang sebagai pahlawan nasional, bukan sebagai pejuang yang tidak diakui oleh negara.
            Pada masa Orde Baru, nama Tan Malaka dipaksa untuk redup dan dihapuskan dari sejarah. Ia tidak diperkenankan masuk kedalam kurikulum pelajaran yang diajarkan disekolah. Akibatnya tidak heran kalau banyak anak-anak muda yang tidak tau dengan perjuangan beliau. Padahal beliau pernah sebaris, bersahabat akrab, dan berjuang bersama dengan Panglima Sudirman demi merebut Indonesia Merdeka 100%, dari cengkaraman Belanda yang ingin menguasai Indonesia kembali pada Serangan Agresi Militer Belanda 1 & 2. Tan Malaka dituduh terlibat dalam beberapa pemberontakan, apalagi Tan Malaka pernah aktif di Organisasi PKI. Padahal Tan Malaka tidak pernah terlibat dengan pemberontakan-pemrotakan itu. Pada tragedi Madiun, malahan Musso yang tengah memburu Tan Malaka karena dianggap penghianat PKI. Sepak terjangnya dalam operasi merebut Indonesia 100% mengantarkan ia pada fitnah berkepanjangan hingga sampai sekarang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca juga ini

Pengantar Filsafat

Pengantar Filsafat Ngaji Filsfat  Fahruddin Faiz Pengulas : DewaRC Belajar Filsafat adalah suatu cara yang dapat kit...

yang lain