
Tuhan, Izinkan aku menjadi Pelacur
(memoar luka seorang
muslimah)
Muhidin M. Dahlan
Nidah Kirana
Dia seorang muslimah yang taat. Tubuhnya dihijabi jubah dan
jilbab besar. Hampir semua waktunya dihabiskan salat, baca kitab, dan berzikir.
Dia memilih hidup yang sufistik. Demi laku kezuhudan itu dia kerap hanya
mengonsumsi roti dalam jumlah sangat terbatas di sebuah posantren mahasiswa.
Cita- citanya hanya satu : untuk menjadi muslimah yang beragama secara total
(cover)
Ditengah proses penempahan menuju seorang yang taat, tak
disangkanya ia hanya menuai ketidakpuasan dengan apa yang telah di korbankan.
Berharap Organisasi garis keras yang diselaminya membawa jalan menuju impian
yang dicita-citakan. Ternyata hanya datang membawa badai kekecewaan yang mulai
hinggap di hati kecil. Ia merasa muak dengan kelompok itu dan beranggapan bahwa
mereka telah merampas nalar kritis sekaligus imannya. Berharap mendapat
penjelasan lebih tentang garis-garis haluan dan tujuan organisasi, malahan ia
selalu ditimpuk dengan dogma tertutup yang melahirkan kegundahan dan kehampaan
hati.
Ia marah, ia muak, ia murka, ia takut, ia terkikis, ia
rubuh, ia murung, ia terkucil, ia menyesal dan ia kecewa. Tenggelam dalam
keterpurukan, cobaan terus berdatangan, hati dan pikiran terbeban hingga pada
titik akhir kementokan berpikir, ia pun menceloteh Tuhan.
Kegelapan mulai menguasai raganya. Mata yang tadinya
tertunduk malu, sekarang mulai mengeluarkan binar kegelapan. Hati yang tadinya
teduh, mulai digerogoti rasa kekecewaan terhadap semua yang berbau agama. Ia
merelakan tubuhnya di hinggapi, dijamah, dinikmati oleh belatung-belatung
kehidupan. Bermacam-macam laki-laki intelektual, seakan-akan menawarkan
kegirangan yang tanpa ada batasnya.
*
Menentang keras apa yang telah digariskan hidup manusia,
melawan arus sosial, mengangkangi setiap dogma-dogma yang bermunculan, melawan
stratifikasi gender, bahkan demi melorotkan eksistensi laki-laki atas duniawi,
ia rela membuka seluruh dirinya demi melawan dogma sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar